Di jaman dahulu datang seseorang
bernama
Raema dari negeri mongol
menuju malesung beserta dengan kedua putra-putrinya. Kedatangan mereka melalui
utara tana minahasa yakni philipina dan sangihe talaud dan sampai melalui
pantai barat minahasa. Kedatangan mereka dengan di kawal oleh seseorang pengawal
yang membantu dalam perjalanan menuju malesung. Sampai di daratan pantai barat
malesung akhirnya
Raema menyuruh
kedua putra-putrinya segera mengambil pasir dan menggenggamnya. Kedua putra-putrinya
berlutut di hadapan
Raema dan
akhirnya dengan di bantu oleh seorang pengawalnya mengambil dua batang pohon
yakni dari
pohon tawaang sondang
yang menyimbolkan dari kedua putra-putrinya tersebut dan
Raema meletakan di atas kepala mereka lalu berdoa kepada sang
pencipta (
opo empung) bahwa agar
kedua putra-puterinya dapat di terima dan di ijinkan masuk dan menempati tana
malesung. Dengan ijin
opo empung akhirnya
mereka sampai di sekitar lereng gunung lokon dan mereka melanjutkan perjalanan
menuju ke gunung yang satu yang hanya bersebelahan dengan bimbingan
opo empung hingga sampai di puncaknya
mereka sempat tinggal di sana dalam beberapa waktu. Dari atas puncak gunung
inilah mereka dapat melihat dan mencermati negeri yang baru itu mulai dari utara
sampai ke selatan dan akhirnya mereka menamai negeri itu dengan
malesung karena bentuknya seperti
lesung. Pada suatu hari akhirnya
Raema memanggil dari kedua
putra-putrinya itu dan membicarakan rencana sesuai apa ilham yang di dapatkan
atau petunjuk sang pencipta yang mereka sebut
opo empung bahwa mereka harus mempunyai keturunan dan di beritahu
kepada putra-putrinya bilamana mereka harus berjalan menyusuri tana malesung
tersebut dengan membawa masing-masing dari kedua batang
tawaang sondang tersebut dan bilamana salah satu batang tawaang
sondang tersebut menjadi panjang serta akhirnya kedua batang tawaang sudah
menjadi tidak sama panjang lagi maka mereka harus berganti nama dan menjadi
sepasang kekasih sebagai suami istri agar bisa mendapatkan keturunan, demikian
juga dengan
Raema pada saat itu
namanya di panggil
Karema asal kata
Karengan artinya dialah yang tua dan
yang teratas dari kedua putra-putrinya. Setelah mendengar amanah dari
Raema maka akhirnya mereka di
perintahkan yang putra menuju ke arah selatan dan yang puteri berjalan menuju
utara dari tana malesung ini. Menjelang beberapa waktu akhirnya putra-putrinya
bertemu kembali di wilayah yang di namakan
Mayesu
dan mereka melihat bahwa sebatang pohon dari tawaang sondang sebagai
tongkat yang di bawahnya salah satunya telah menjadi panjang, akhirnya kedua
batang yang di jadikan tongkat ternyata sudah tidak sama panjang lagi. Dari peritiwa
itulah maka
Raema mengganti nama
mereka demikian juga nama dari
Raema di
panggil menjadi
Karema dan saat
itulah
Karema memanggil nama
putranya sebagai
Toar dan yang
putrinya sebagai
Lumimuut, seketika
itulah mereka langsung berlutut di hadapan orang yang tertua atau teratas yakni
Walian Karema serta kedua tongkat
batang pohon tawaang tersebut di letakan di atas kepalanya
Toar dan Lumimuut serta di doakan (
mengalei) dengan maksud kerestuan dari sang pencipta (
opo empung) agar mereka dapat menjadi
pasangan hidup dan bisa beranak cucu seperti pada banyaknya pasir yang di
genggam oleh
Toar dan
lumimuut. Akhirnya dari wilayah
Mayesu mereka kembali ke gunung yang
asalnya mereka tempati pertama kalinya dan di atas puncak gunung inilah mereka
merayakan hari sebagai tanda ucapan
syukur kepada
opo empung dengan
mengadakan upacara adat ritual balapas siri pinang yang di sebut
Mahweteng dan mempersembahkan kurban
bakaran berupa seekor babi jantan yang berbelang dan tidak cacad, upacara ini
di laksanakan di atas meja batu yang datar di puncak gunung itu, upacara
semacam ini di sebut dengan upacara
Rumages.
Setelah selesai upacara syukuran tersebut akhirnya
Karema tiba-tiba menghilang entah kemana di tempat itu,
Toar dan
lumimuut sempat kaget dan mencari-cari di mana keberadaannya namun akhirnya mereka
tidak menjumpainya. Dari peristiwa itulah maka
Toar dan Lumimuut menamakan gunung tersebut sebagai
gunung Empung yang artinya
Gunung
Tuhan atau si
Makatana yang berarti
si Tuan tanah yakni dialah yang
menciptakan dan memelihara se isi bumi ini. Setelah itu mereka kembali di tempat yang
bernama
Mayesu dan akhirnya
mereka beranak cucu hingga keturunannya menjadi
banyak seperti pasir yang di genggam oleh
Toar dan Lumimuut seperti
yang sudah di ceritakan di atas. Beberapa keturunan dari
Toar dan lumimuut setelah dewasa di
tempat itu akhirnya mereka sebagian di beri bekal dan di beri petunjuk untuk
mendatangi beberapa wilayah yakni gunung-gunung yang terdapat di seluruh tana
Malesung. Lambat-laun keturunan
Toar dan lumimuut semakin menyebar
hingga membentuk komunitas kelompok masyarakat yang di sebut
Pakasaan atau
sub-etnik. Termasuk
Pakasaan
Tombulu waktu itu di kuasai oleh
Pinontoan
dan
Rumengan hingga menjadi banyak keturunan mereka di
Mayesu dan menjadi dua komunitas
kelompok besar hingga tanak-teranak serta menyebar dan membentuk
wanua-wanua baru setelah itu menjadi
besar lagi membentuk
walak-walak serta
menyebar luas menjadi suatu wilayah pakasaan atau sub-etnik tombulu hingga
sampai
wenang bahkan
likupang. Maka dari itulah wilayah
pakasaan tombulu di sebut sebagai wilayah
Tu’ur
in tana karena letak geografisnya dan asal-muasal pertama datang leluhur
Tou minahasa serta di perkuat dengan adanya
gunung Tuhan yang mereka sebut
gunung
Empung tentu merupakan tempat mereka mendapatkan
Ilham atau petunjuk-petunjuk dari Tuhan sang pencipta pertama kali
di tana
malesung hingga keturunan
mereka menyebar luas dan menjadi satu negeri besar yakni
malesung dan akhirnya lambat-laun berganti nama
Minaesa,Maesa,Mahasa hingga sekarang
menjadi
Minahasa. Gunung Empung
merupakan gunung satu-satunya yang ada
di tana minahasa bernama gunung Tuhan dan bahkan dunia.