Senin, 30 Juli 2012

ASAL- MUASAL TOU SARONGSONG DI TOMBULU (TOMOHON)


                            
   Pada abad ke-x di MALESUNG tombulu terdapat wanua tua yakni bernama MAYESU dengan berdiam sekelompok komunitas keturunan PINONTOAN dan RUMENGAN yang waktu itu terkenal orang orang sangat kuat dan tak terkalahkan karna keperkasaannya . namun suatu waktu wanua tersebut tertimpa wabah penyakit dan akhirnya mereka membuat keputusan dari sebagian keturunan untuk mencari pemukiman baru agar terhindar dari serangan penyakit yang melanda wanua tonaas bernama TUMBELWOTO untuk memimpin sebagian orang keluar dan mencari pemukiman baru atau di sebut TUMANI yakni yang di tamakan TULAU artinya tempat menanggkal atau membendung serangan orang orang dari bolaang mongondow waktu itu . akhirnya dengan dipimpin oleh tonaas tumbelwoto maka mereka pergi dan sampai yang di namakan tadi tulau serta mereka mendirikan yang di sebut batu watu tumotowa tulau sebagai tanda membuka daerah pemukiman baru atau perkampungan baru yang di sebut  nawanua sarongsong . setelah mendirikan nawanua sarongsong maka pada waktu itu terjadi perlawanan dengan orang orang bolaang molngondow yang ingin masuk merebut wilayah itu , dan terjadi orang orang wanua sarongsong di tmpat yang di namakan tulau tadi . perang berakir dan di serang mundur orang orang bolaang mongondow oleh orang orang wanua sarongsong sampai ke daerah selatan . jadi dalam pertempuran tersebut  jelas kalah orang orang dari bolaang mongondow akibat di serang balik oleh orang orang di wanua sarongsong . wanua sarongsong tua ini terletak di bagian barat dari kelurahan sarongsong skarang dan juga yang di sebut TULAU kira kira berjarak satu kilometer dari sarongsong sekarang . WATU TUMOTOWA TULAU yang terdapat di kelurahan sarongsong ternyata sampai sekarang sudah tidak berada di lokasi entah kemana yang merupakan suatu symbol berdirinya perkampungan sarongsong dan suatu tempat pertehanan orang wanua sarongsong terhadap melawan orang orang bolaang mongondow yang ingin merebut dan menguasai wilayah itu menurut kami kemungkinan di jarak oleh orang orang yang tidak bertenggung jawab padahal merupakan suatu situs sejarah purbakala yang sangat bermakna bagi masyarakat wanua sarongsong dari jaman dahulu sampai sekarang dan merupakan suatu identitas masyarakat di sana yang punya nilai sejarah yang tak dapat di ukur dengan apapun demikian juga dengan keadaan beberapa situs cagar budaya waruga yang di jarak isinya serta di rusak oleh orang orang yang tidak bertanggung jawab yang hanya ingin mementingkan pribadi mereka saja demikian sekilas sejarah terbentuknya wanua sarongsong berawal dari yang di sebut TULAU hinga menjadi suatu negeriyg luas sampai sekarang.harapan kami agar pemerintah setemapat dapat mengungkap para pelaku penjarah maupun perusakan situs bersejarahyg sangat dikenal di sarongsong maupun tomohan umumnya

SUMBER:
Minaesaan Tombulu Sulut

Sabtu, 28 Juli 2012

WALE WATU OPO RUMENGAN {SUSURIPEN} DI GUNUNG MAHAWU


Di Tombulu pada jaman Malesung, terdapat sebuah wale watu yaitu tempat tinggal dari leluhur si penguasa di Gunung Mahawu yakni Rumengan beserta keturunannya. Konon sebelum di tempati oleh Rumengan Wale watu atau berupa Goa dari batu tersebut telah di tempati oleh opo Toar dan Lumimuut serta yang membesarkan anak-anak mereka di tempati, dan setelah anak mereka dewasa maka sebagian menyebar di beberapa gunung yang terdapat di seluruh tanah Malesung hingga berketurunan. Toar dan Lumimuut akhirnya memutuskan si Rumengan yang harus menempati  Wale Watu tersebut sesuai dengan namanya yang berarti Rengan-Rengaan artinya dia yang teratas atas amanah Toar dan Lumimuut tadi maka jelas Rumengan si penguasa serta yang mengawasi di Gunung Mahawu. Akhirnya atas izin Rumengan opo Tumalun yang di beri kuasa oleh Rumengan ikut mengawasi wilayah hutan di Gunung Mahawu dan sempat mendiami Wale watu atau Goa tersebut dalam waktu cukup lama sampai ia dewasa. Wale Watu atau Goa opo Rumengan ini biasanya di sebut dengan Goa Susuripen artinya Goa yang bila kita masuk akan mendapat berupa ruangan atau kamar-kamar yang ruangannya ada yang besar kecil,dan bahkan pintu masuk ruangan sempit. Wale Watu atau Goa Susuripen tersebut pintu masuk goa cukup besar dan bila memasukinya lama kelamaan mengecil hingga sampai di ujung goa terdapat sebuah meja datar sebagai tempat meletakan Sirih-Pinang isthilanya Mahwetang dalam Bahasa Tombulu atau kebiasaan serupa dalam hal kepentingan adat seperti Upacara Rumages di tempat itu oleh para leluhur secara turun-temurun samapai kepada para Walian maupun Tonaas di jaman sekarang sering mangadakan upacara-upacara tersebut. Sebelum masuk pintu goa dari Wale Watu di sebelah kiri terdapat sebuah batu datar yang biasanya di gunakan tempat balapas {Mahweteng} sebagai tanda minta izin atau di sebut Zumigi dengan maksud balapas terlebih dahulu Sirih-Pinang atau lintingan Tembakau yang dilakukan oleh seorang Tonaas dengan maksud agar dapat di izinkan memasuki goa atau wale watu hingga kembali nantinya tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan . Wale Watu atau Goa Susuripen Opo Rumengan ini diperkirakan panjannya dari mulut goa hingga ke ujung gua sekitar kurang lebih berjarak 500 meter dengan keadaan gelap-gulitadan dinding goa terdiri dari bebatuan sampai ke ujung goa serta di kiri-kana dinding goa terdapat sumber mata air yang jernih yang biasanya sesuai tradisi masyarakat sekitar atau para Tonaas di pakai dalam keperluan pengobatan bagi orang yang sakit dan keperluan lainnya. Konon secara tradisi kepercayaan adat masyarakat sekitar bahwa bilamana memasuki wale watu atau goa susuripen tersebut tidak diperbolehkan rebut karena dapat terjadi hal hal yang tidak di inginkan seperti orang yang melanggar aturan tersebut bisa tidak kembali lagi atau mendapat pengajaran lainnya. Hal ini mengajarkan kepada kita bahwa sesunguhnya kita dapat menjaga unsur kesucian gua tersebut dan menandakan bahwa tempat tersebut tidak dengan sembarangan masuk tanpa taat terhadap aturan tradisi yang sudah disebutkan tadi . wale watu opo rumengan menurut keterangan warga masyarakat sekitar yang bercocok tanam di dekat area gua bahwa sangat angker dan menurut pengakuan mereka tidak sembarangan orang yang bisa masuk kecuali orang orang tertentu misalnya para tonaas dan pengikutnya dan misalnya dari jaman dulu sering para pelaku adat melakukan pertapahan di gua itu dengan suatu tujuan tertentu . para tonaas di sekitar gua susuripen tersebut biasanya setelah kembali pulang dari gua dengan membawa air dan benda benda lain yang terdapat di dalam untuk dipakai dalam kepentingan adat seperti yang sudah di sebut tadi WALE WATU OPO RUMENGAN atau GUA SUSURIPEN terletak di perkebunan kelurahan talete sekarang tepatnya di lereng gunung mahawu yang merupakan situs cagar budaya adalah warisan para leluhur  tou minahasa khususnya di tombulu atau tomohon sekarang yang sangat unik serta sangat potensial bagi kepariwisatawan sulut khususnya minahasa di tomohon karena bila dapat di kelola dengan baik oleh pemerintah dalam hal ini pemkot tomohon akan dapat menarik wisatawan untuk datang mengunjungi yang sudah tentu mendapat pemasukan pendapatan kota tomohon jadi hal ini merupakan salah satu asset kepariwisatawan yang ada di tomohon namun sayangnya kenapa pemerintah setempat sampai saat ini belum dapat mencover atau mendatakan situs tersebut padahal sangat sangat POTENSIAL dan merupakan ASET sejarah tou minahasa khususnya di tombulu yang seharusnya di lestarikan . Wale Watu Opo Rumengan tidak kalah bedah dengan gua maharani yang ada di kabupaten tuban jawa timur yang sangat terkenal, unik dan punya nilai sejarah daerah itu dan benar-benar mendapat perhatian serius pemerintah disana dan sangat menghipnotis para wisatawan datang hanya melihat keindahan gua tersebut. Hal ini benar-benar mendapat pemasukan khas daerah tuban melalui dinas pariwisata dan budaya setiap tahunnya. Jadi kiranya pemerintah dapat mengambil contoh daerah lain seperti yang sudah disebutkan tadi dan bila ini diwujudkan tidak menutup kemungkinan Tomohon lebih dikenal khususnya disektor pariwisata dan menambah pemasukan khas daerah tentu demikian sekilas mengenai Wale Watu Opo Rumengan di gunung mahawu. Semoga kita mendapat hikmah dan berbenah bukan hanya pemerintah tetapi juga kita sebagai masyarakat yang harus ikut berjuang membatu demi kelestarian adat dan budaya Tou Minahasa.



Sumber : Minaesaan Tombulu SULUT

Jumat, 27 Juli 2012

ASAL MUASAL TOU MINAHASA DI TOMBULU (TOMOHON)


GUNUNG LOKON DAN GUNUNG EMPUNG  Di jaman dahulu datang seseorang bernama Raema dari negeri mongol menuju malesung beserta dengan kedua putra-putrinya. Kedatangan mereka melalui utara tana minahasa yakni philipina dan sangihe talaud dan sampai melalui pantai barat minahasa. Kedatangan mereka dengan di kawal oleh seseorang pengawal yang membantu dalam perjalanan menuju malesung. Sampai di daratan pantai  barat malesung akhirnya Raema menyuruh kedua putra-putrinya segera mengambil pasir dan menggenggamnya. Kedua putra-putrinya berlutut di hadapan Raema dan akhirnya dengan di bantu oleh seorang pengawalnya mengambil dua batang pohon yakni dari pohon tawaang sondang yang menyimbolkan dari kedua putra-putrinya tersebut dan Raema meletakan di atas kepala mereka lalu berdoa kepada sang pencipta (opo empung) bahwa agar kedua putra-puterinya dapat di terima dan di ijinkan masuk dan menempati tana malesung. Dengan ijin opo empung akhirnya mereka sampai di sekitar lereng gunung lokon dan mereka melanjutkan perjalanan menuju ke gunung yang satu yang hanya bersebelahan dengan bimbingan opo empung hingga sampai di puncaknya mereka sempat tinggal di sana dalam beberapa waktu. Dari atas puncak gunung inilah mereka dapat melihat dan mencermati negeri yang baru itu mulai dari utara sampai ke selatan dan akhirnya mereka menamai negeri itu dengan malesung karena bentuknya seperti lesung. Pada suatu hari akhirnya Raema memanggil dari kedua putra-putrinya itu dan membicarakan rencana sesuai apa ilham yang di dapatkan atau petunjuk sang pencipta yang mereka sebut opo empung bahwa mereka harus mempunyai keturunan dan di beritahu kepada putra-putrinya bilamana mereka harus berjalan menyusuri tana malesung tersebut dengan membawa masing-masing dari kedua batang tawaang sondang tersebut dan bilamana salah satu batang tawaang sondang tersebut menjadi panjang serta akhirnya kedua batang tawaang sudah menjadi tidak sama panjang lagi maka mereka harus berganti nama dan menjadi sepasang kekasih sebagai suami istri agar bisa mendapatkan keturunan, demikian juga dengan Raema pada saat itu namanya di panggil Karema asal kata Karengan artinya dialah yang tua dan yang teratas dari kedua putra-putrinya. Setelah mendengar amanah dari Raema maka akhirnya mereka di perintahkan yang putra menuju ke arah selatan dan yang puteri berjalan menuju utara dari tana malesung ini. Menjelang beberapa waktu akhirnya putra-putrinya bertemu kembali di wilayah yang di namakan Mayesu dan mereka melihat bahwa sebatang pohon dari tawaang sondang sebagai tongkat yang di bawahnya salah satunya telah menjadi panjang, akhirnya kedua batang yang di jadikan tongkat ternyata sudah tidak sama panjang lagi. Dari peritiwa itulah maka Raema mengganti nama mereka demikian juga nama dari Raema di panggil menjadi Karema dan saat itulah Karema memanggil nama putranya sebagai Toar dan yang putrinya sebagai Lumimuut, seketika itulah mereka langsung berlutut di hadapan orang yang tertua atau teratas yakni Walian Karema serta kedua tongkat batang pohon tawaang tersebut di letakan di atas kepalanya Toar dan Lumimuut serta di doakan (mengalei) dengan maksud kerestuan dari sang pencipta (opo empung) agar mereka dapat menjadi pasangan hidup dan bisa beranak cucu seperti pada banyaknya pasir yang di genggam oleh Toar dan lumimuut. Akhirnya dari wilayah Mayesu mereka kembali ke gunung yang asalnya mereka tempati pertama kalinya dan di atas puncak gunung inilah mereka merayakan hari sebagai tanda  ucapan syukur kepada opo empung dengan mengadakan upacara adat ritual balapas siri pinang yang di sebut Mahweteng dan mempersembahkan kurban bakaran berupa seekor babi jantan yang berbelang dan tidak cacad, upacara ini di laksanakan di atas meja batu yang datar di puncak gunung itu, upacara semacam ini di sebut dengan upacara Rumages. Setelah selesai upacara syukuran tersebut akhirnya Karema tiba-tiba menghilang entah kemana di tempat itu, Toar dan lumimuut sempat kaget dan mencari-cari  di mana keberadaannya namun akhirnya mereka tidak menjumpainya. Dari peristiwa itulah maka Toar dan Lumimuut menamakan gunung tersebut sebagai gunung Empung yang artinya Gunung Tuhan atau si Makatana yang berarti si Tuan tanah yakni dialah yang menciptakan dan memelihara se isi bumi ini. Setelah itu  mereka kembali di tempat  yang  bernama Mayesu dan akhirnya mereka beranak cucu hingga keturunannya menjadi  banyak seperti pasir yang di genggam oleh Toar dan Lumimuut seperti  yang sudah di ceritakan di atas. Beberapa keturunan dari Toar dan lumimuut setelah dewasa di tempat itu akhirnya mereka sebagian di beri bekal dan di beri petunjuk untuk mendatangi beberapa wilayah yakni gunung-gunung yang terdapat di seluruh tana Malesung. Lambat-laun keturunan Toar dan lumimuut semakin menyebar hingga membentuk komunitas kelompok masyarakat yang di sebut Pakasaan atau sub-etnik. Termasuk Pakasaan Tombulu waktu itu di kuasai oleh Pinontoan dan Rumengan hingga menjadi  banyak keturunan mereka di Mayesu dan menjadi dua komunitas kelompok besar hingga tanak-teranak serta menyebar dan membentuk wanua-wanua baru setelah itu menjadi besar lagi membentuk walak-walak serta menyebar luas menjadi suatu wilayah pakasaan atau sub-etnik tombulu hingga sampai wenang bahkan likupang. Maka dari itulah wilayah pakasaan tombulu di sebut sebagai wilayah Tu’ur in tana karena letak geografisnya dan asal-muasal pertama datang leluhur Tou minahasa  serta di perkuat dengan adanya gunung Tuhan yang mereka sebut gunung Empung tentu merupakan tempat mereka mendapatkan Ilham atau petunjuk-petunjuk dari Tuhan sang pencipta pertama kali di tana malesung hingga keturunan mereka menyebar luas dan menjadi satu negeri besar yakni malesung dan akhirnya lambat-laun berganti nama Minaesa,Maesa,Mahasa hingga sekarang menjadi Minahasa. Gunung Empung merupakan gunung satu-satunya  yang ada di tana minahasa bernama gunung Tuhan dan bahkan dunia.
 -   Sebelum pertemuan musyawara besar Tou minahasa di pinawetengan pada abad ke-VII atau sekitar tahun 670 SM di wilayah Pakasaan Tombulu sudah terdapat wanua atau perkampungan tua dengan nama Mayesu dan perkampungan inilah yang pertama ada di tana minahasa namun ketika wabah penyakit melanda wilayah tersebut sekitar abad ke-X maka seluruh warga perkapungan itu pergi berpindah tempat dan mencari pemukiman baru yang di namakan wanua atau perkampungan kilow-kilow atau kinilow tua sekarang yang wilayahnya mencakup kelurahan kakaskasen satu sampai di kakaskasen tiga. Perpindahan warga waktu itu telah di sepakati bersama oleh beberapa pemimpin maupun Tonaas yang di pimpin oleh Lumoindong merupakan anak dari seorang waliandan akhirnya mereka beranjak keluar dari wanua Mayesu menuju wanua kinilow tua yang lokasinya sekarang berada di persipatan antara kelurahan kinilow dan kelurahan kakaskasen satu yang di namakan Pinawelaan artinya di mana warga wanua Mayesu di pindahkan ke tempat itu di karenakan akibat terserang oleh penyakit sehubungan di tempat tersebut merupakan sumber mata air  satu-satunya yang sangat panas waktu itu yang mereka sebut Rano pazu. Wanua kinilow tua akhirnya menjadi suatu perkampungan meliputi wilayah Wulu dan Kameya yang terdapat di perkebunan Taingkere sekarang dan Salugan karena merupakan tempat sumber mata air yang sangat berkaitan di pakai dalam pengobatan penyakit yang di derita selain di pakai untuk kebutuhan air minum dan sebagainya. Wilayah-wilayah itulah yang di maksudkan merupakan wanua tertua kinilow waktu itu dan bukan kelurahan kinilow sekarang. Lambat-laun wilayah itu meluas sampai ke kelurahan kakaskasen tiga sekarang yang juga di jaman dulu di sebut wilayah Nimokal artinya bapele atau menghalang. Wanua kinilow tua atau nimokal inilah merupakan suatu negeri perkampungan yang tertua di minahasa dan cacatan ini di perkuat oleh N.GRAAFLAND dalam bukunya berjudul MINAHASA MASA LALU DAN MASA KINI yang di terjemahkan oleh YOOST KULIT. Di jaman itu di wilayah kinilow tua atau Nimokal merupakan wilayah yang sangat di takuti karena dengan kehebatan orang-orangnya waktu itu yang sangat perkasa dan mereka sangat berkuasa. Wilayah kinilow tua ini terletak di bagian barat kelurahan kakaskasen satu dan juga  kelurahan kinilow sekarang yang dapat kita lihat dan merupakan asal-muasal orang Wulu atau di sebut Tou Wulu dan menjadi Tombulu sekarang Tomohon hingga membentuk pakasaan atau sub-etnik besar di tana minahasa  sampai sekarang. Akhirnya wilayah kinilow tua menyebar luas ke selatan yakni sampai di wilayah kakaskasen tiga tepatnya di pemukiman baru yang di sebut Kinaskas asal kata dari Kaskas yang juga di sebut Nawanua kinaskas artinya perkampungan Kinaskas atau sekarang kakaskasen dan dari tempat itulah menyebarlah mereka ke tempat lain di seluruh wilayah atau di sebut Tumani artinya berpindah tempat mencari pemukiman baru hingga membentuk walak-walak dan menjadi  luas wilayah mereka menjadi suatu wilayah Pakasaan Tombulu atau Tomohon sampai sekarang. Tumani atau berpindah tempat yakni mencari pemukiman baru di wilayah Tombulu yang di pimpin oleh beberapa Tonaas yang di tunjuk Lumoendong, mereka itu adalah tonaas Tumbelwoto memimpin sebagian orang-orang pergi Tumani menuju yang di sebut Tulau hingga lambat laun membentuk walak sarongsong sampai sekarang. Tonaas Mokoagow memimpin sebagian orang-orangnya pergi Tumani menuju Mu’ung dan Kamasi hingga membentuk mu’ung atau tomohon sekarang. Tonaas lokon Mangundap memimpin sebagian orangnya pergi Tumani menuju Katinggolan dan membentuk Wanua woloan. Tonaas Ka’awoan memimpin sebagian pergi Tumani menuju Wariri dan membentuk Tombariri. Tonaas Lolong lasut dan Ruru memimpin sebagian orang pergi Tumani menuju wanua Wenang dan wanua Ares membentuk walak Ares atau kota manado sekarang. Tonaas Alow memimpin sebagian orang menuju Kali dan membentuk wanua Kali serta dari kali mereka Tumani menuju Kalawat membentuk wanua Kalawat atas dan sekarang menjadi kalawat maumbi serta dari kalawat atas yang di pimpin oleh Tonaas Kondoy dan Wangko Saumanan pergi Tumani menuju ke arah barat dan membentuk wanua Kalawat Kaleosan dan menjadi Wanua Ure sekarang menjadi Komo luar serta wanua kalawat Kaleosan menjadi kalawat Wawa dan dari kalawat atas dan kalawat bawah di pimpin Tonaas Kalengkongan memimpin sebagian orang pergi Tumani ke Likupang hingga membentuk Walak likupang sampai sekarang. Akhirnya sampai pada abad ke-XV  Tonaas Dotulong sebagai pendiri Wenang atau Kota manado sekarang. Jadi awalnya dari wanua mayesu hingga kinilow tua yang di sebut Nimokal akhirnya membentuk pakasaan Tombulu dan Tanak-teranak mereka menyebar sampai ke wenang (manado),kalawat (minahasa Utara) dan bahkan sampai ke Likupang sekarang. Jadi Dotu Lolong lasut sebagai pendiri kota wenang (manado) merupakan berasal dari kinilow tua yang di sebut nimokal pada tahun 1400 – 1520. Demikianlah sekilas cerita asal-usul Tou Wulu (Tombulu) atau sekarang Tomohon dengan perkampungan yang tertua di minahasa waktu itu yakni Kilow-kilow atau Kinilow tua yang di sebut Nimokal atau sekarang kelurahan Kakaskasen satu sampai kakaskasen tiga. Wilayah pakasaan tombulu merupakan wilayah Tu’ur In Tana, mengapa di  sebut Tu’ur  In Tana karena di jaman petama datangnnya leluhur Tou minahasa dan berdiam hingga mempunyai keturunan serta menyebar luas ke seluruh tana minahasa dengan pergi Tumani mencari pemukiman baru. Asal muasal pertama kali Tou minahasa datang dan berketurunan hingga menyeber luas di seluruh tana Malesung ini sampai sekarang maka itulah  di sebut sebagai wilayah Tu’ur artinya akar dari semuanya dengan di buktikan bahwa wilayah Tombulu merupakan wilayah paling utara dan merupakan tempat pertama kali di datangi oleh para leluhur Tou minahasa sedangkan suku lain seperti Totemboan terletak di bagian selatan  malesung atau tepatnya di tengah-tengah wilayah tana malesung maka dari itu di sebut sebagai wilayah pusat Tana malesung (PUSER IN TANA), dan di wilayah Puser in tana inilah karena di dukung secara geografis dan terletak di tengah-tengah tana malesung atau merupakan titik pusat tengah tana malesung maka leluhur Tou minahasa waktu itu memilih wilayah tersebut untuk mengadakan perundingan dan musyawara pembagian wilayah maupun bahasa di watu pinawetengan karena menurut penilaian mereka agar semua suku yang ada di malesung atau semua pakasaan yang datang jarak tempuhnya sama karena dengan alasan tadi yakni merupakan wilayah PUSER IN TANA atau Pusat tana atau juga karena terletak di tengah-tengah tana Malesung atau Minahasa ini. Demikianlah sekilas sejarah tentang Tou Tombulu dan Tou minahasa.


Sumber  : MINAESAAN TOMBULU SULUT

Senin, 23 Juli 2012

NEGERI TOUMINUNI DI GUNUNG MAHAWU TOMOHON

      
  Di Tombulu di sekitar gunung mahawu terdapat semacam suatu perkampungan akan tetapi merupakan suatu hutan belantara yang bila kita melihatnya dan sudah jelas tidak berpenghuni. Ironisnya bila kita mendatangi tempat atau lokasi hutan tersebut maka jangan heran bila kita mendengar dan melihat secara langsung seperti pemukiman seolah-olah ada sekelompok masyarakat seperti terdengar ada mahjaman (sekelompok orang mencangkul), suara orang itu seperti sedang bercakap-cakap, seperti berjalan-jalan bahkan bernyanyipun terdengar seperti ada sekelompok pemusik bambu juga maengket serta bunyi pentuam alat tiup music dari biak layaknya ada peristiwa orang meninggal di tempat ini padahal hanya berupa hutan belantara yang merupakan bagian kecil hutan yang ada di gunung mahawu tersebut. Bila kita pergi ke tempat itu pada siang harinya terkadang bertatapan dengan hasil tanam yang sangat menggiurkan apalagi dengan situasi terik panas matahari saat melakukan perjalanan di tempat itu dengan melihat berupa buah-buahan yang segar seperti papaya dan lain-lain begitu pula rempah-rempah yang sangat subur menghijau bagai menggoda bagi orang yang memandangnya. Namun semuanya bukanlah kenyataan akan tetapi semu adanya mengapa demikian, karena suara-suara seolah adanya aktivitas sekelompok orang aik berbicara maupun bernyanyi-nyanyi seperti adanya suatu pemukiman ternyata setelah di selidiki hutan atau tempat yang di maksud sungguh tidak berpenghuni dan entah dari mana datangnya bunyi suara pikuk sesekali terdengar demikian juga dengan hasil tanam yang kita lihat seperti tadi sudah di sebutkan buah-buahan maupun rempah-rempah apalagi kita ingin dan mengambilnya dan ingin di bawa pulang ke rumah sebelum mendekati perbatasan hutan atau tempat tadi dengan maksud keluar dari area hutan itu secara perlahan hasil tanam yang kita bawa lambat laun mulai membusuk seperti mencair.sudah pasti bila ada orang yang mengalaminya sudah pasti terheran-heran di sertai ketakutan seketika. Konon menurut tradisi adat Tou Tombulu wilayah hutan yang berada di gunung mahawu tersebut itulah yang di namakan dengan sebutan Tempat orang-orang tersembunyi atau bahasa Tombulunya di sebut dengan TOUMINUNI, Tou artinya orang sedangkan Minuni mengartikan Tersembunyi. Menurut sumber masyarakat sekitar di kaki gunung mahawu bahwa wilayah hutan yang bernama Tombinuni tersebut sudah merupakan cerita turun-temurun penduduk setempat sejanak dari leluhur mereka dan hal ini sangat yakni mereka sampai di jaman sekarang peristiwa-peristiwa aneh dan langkah bisa di buktikan dengan memasuki wilayah tempat orang-orang tersembunyi atau Tombinuni tersebut, biasanya wilayah hutan yang ada di minahasa pada umumnya tidak seperti yang terdapat di sekitar gunung mahawu yang sudah di sebutkan tadi dan merupakan daerah hutan rimba yang sangat misteri serta menurut pengakuan masyarakat di sekitar gunung mahawu tersebut beranggapan sesuai tradisi orang Tombulu khususnya yang berada di wilayah yang di sebut Nimokal yakni antara kampung kinilow sampai di kakaskasen bahwa daerah itulah tempat bermukimnya mahluk-mahluk halus atau di sebut mahluk Ghoib. Dan menurut informasi hutan berpenghuni mahluk halus seperti ini bisa kita jumpai di propinsi Sulawesi tengah yang di sebut Wentira. Demikian sekilas cerita turun-temurun tentang perkampungan orang-orang tersembunyi (mahluk halus) yakni Touminuni yang terdapat di sekitar gunung mahawu di Tombulu atau sekarang Tomohon.

Sumber  : MINAESAAN TOMBULU SULUT